KAIDAH PANTUN

 





Kelas belajar menulis Nusantara PGRI (Pertemuan 13 Gelombang ke 29)

Narasumber : Miftahul Hadi, S.Pd

Moderator : Gita Dwi Septiani, S.Pd, M. Pd

Hari/tanggal : Senin  / 24 Juli 2023

Tema : KAIDAH PANTUN

Siapa yang tak kenal pantun. Warisan budaya Indonesia. Bait kata yang terangkai begitu enak dibaca. Kadang membuat hati tergelak atau merenung dengan diksi yang bijaksana. Aneka macam pantun merupakan gambaran dari betapa kaya khasanah budaya dan bahasa Indonesia.

Pertemuan ke 13 KBMN 29 ini diawali dengan pantun yang luar biasa dari para peserta sehingga menjadikan suasana KBMN semakin ramai dan menarik. Gina Dwi Septiani, S.pd, M.Pd adalah seorang moderator pada pertemuan KBMN kali. Disamping itu, beliau juga alumni KBMN gelombang 27. Dan sebagai narasumbernya adalah Miftahul Hadi, S.Pd, seorang guru SD Negeri Raji 1 Demak.Pengalaman yang sudah di dapat adalah guru penggerak angkatan 5, NSBPB kemendikbudristek gelombang 3, dan Finalis Festival Pantun Pendidikan Negeri Serumpun (Kategori Guru) tingkat ASEAN.

Dari sekian chat yang masuk di group KBMN PGRI 29 ternyata menurut narasumber malam ini rupanya bapak ibu sudah ahli dalam membuat pantun. Berbicara tentang pantun, pasti ingatan kita tertuju pada saudara kita di pulau Sumatera yaitu suku bangsa Melayu. Namun, yang perlu diingat apakah pantun yang kita buat sudah sesuai dengan Kaidah Pantun ?.

Pantun sebenarnya sudah tersebar di seluruh wilayah indonesia. Menurut Suseno (2006) di Tapanuli, pantun dikenal dengan nama ende-ende, sedangkan di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan. Dan pada masayarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan. Inilah pantun yang ada di berbagai daerah.

Kita patut berbangga karena pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovenmenntal comitte for the intangible cultural heritage. Dengan penetapan tersebut, buka berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi, justru untuk terus memelihara sebagai warisan budaya tak benda dunia, pantun haruus dikaji, ditulis, sehingga terus lestari di masyarakat.

Pantun seringkali kita dengar saat pidato atau sambutan. Nmaun yang membuat khawatir adalah pantun yang digunakan untuk mengolok-olok, ujaran kebencian seperti yang sering kita saksikan di acara telivisi.

Berikut beberapa definisi mengenai pantun. Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)

Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)

Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020)

Selain untuk komunikasi sehari-hari, pantun juga dapat digunakan dalam Sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah.

Untuk mengembalikan Marwahnya, pantun memiliki fungsi antara lain Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir.

Pantun juga melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Berdasarkan definisi di atas, mari kita kenali ciri-ciri pantun.

* Satu bait terdiri atas empat baris

* Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata

* Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata

* Bersajak a-b-a-b

* Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang

*Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud

Lalu, adakah jenis karya sastra lain yang mirip dengan pantun?

 

 

 

 

 


Sebuah pantun,

Pergi ke pasar membeli delima

Pulangnya mampir ke toko zaitun

Marilah kita sambut bersama-sama

Mas Miftah narasumber Kaidah Pantun

(Nah, ini benar pantun. Ada empat baris.)

 

Baris pertama ada 11 suku kata.

Baris kedua ada 11 suku kata.

Baris ketiga ada 12 suku kata.

Baris keempat ada 12 suku kata.

 

Baris pertama dan kedua (sampiran) tidak berhubungan dengan baris ketiga dan keempat (isi). Sajak A-B-A-B

Contoh syair:

Ke sekolah janganlah malas,

Belajar rajin di dalam kelas,

Jaga sikap janganlah culas,

Agar hati tak jadi keras.

 

Ada empat baris.Persajakan A-A-A-A (lihat bunyi akhirnya, memiliki bunyi yang sama "as") Baris pertama, kedua, ketiga dan keempat isinya saling berhubungan.

 

Gurindam (Contoh gurindam ) :

Jika selalu berdoa berdzikir,

Ringan melangkah jernih berpikir

 

Hanya terdiri atas dua baris. Memiliki hubungan sebab akibat.Bersajak A-A

 

Contoh lain gurindam :

Jika rajin zakat sedekah,

Allah akan tambahkan berkah.

 

Tips cara mudah membuat pantun dengan cepat : Yang pertama adalah, pahami terlebih dahulu ciri-ciri pantun, Yang kedua, kuasai perbendaharaan kata. Contoh : 1. Tahu, bahu, perahu, suhu.

2. Baik, naik, Daik, asyik.

3. Cinta, pelita, kata, jelita, kota.

4. Datang, petang, batang, kentang.

5. Suka, cempaka, cuka, Malaka.

Tips selanjutnya, dalam membuat pantun akan lebih mudah jika menulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oh iya, hampir lupa. Jika bapak ibu membuat pantun, usahakan menghindari penggunaan nama merk dagang, nama orang.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENULIS BIOGRAFI

KIAT MENULIS CERITA FIKSI

MENULIS BUKU AJAR